Sabtu, 05 November 2011

Lelaki Di Bus Special


       Sore ini seperti biasa aku pulang sekolah dengan menggunakan angkutan umum, bus. Aku memiliki bus special atau biasa disebut bus favorit ketika akan pulang ke rumah. Bukan karena fasilitas yang bagus pada bus tersebut ataupun sopir atau kondekturnya yang aku kenal. Melainkan karena aku menemukan sesuatu yang special di bus tersebut, yaitu seseorang. Seorang kawan baruku yang sebenarnya tak aku kenali siapa namanya, dimana sekolahnya, dan dimana rumahnya. Aku bertemu dengannya sekitar satu minggu yang lalu, aku bertemu dengannya ketika ia sedang bersimpuh darah disekujur tubuhnya yang ia bilang, darah itu merupakan darah pengorbanannya ketika ia menyelamatkan seorang anak kecil yang terjerembab di gerbong kereta api yang mengalami kecelakaan. Berawal dari itu aku sangat kagum padanya, betapa sulit mungkin menemukan sosok pemuda seperti dia yang rela berkorban seperti itu. Tapi yang aku herankan adalah ketika saat kami berkenalan, dia mengatakan bahwa dia tidak ingin mengetahui namaku kaarena ia pun tidak ingin memberitahukan namanya kepadaku. Hmm..entahlah apa maksudnya itu tapi setelah berjalan satu minggu aku merasa nyaman berkawan dengannya, walaupun menurutku ia sosok yang misterius.
       Akhirnya, bus yang kutunggu-tunggu datang juga. Lalu aku memberhentikan dan bersegera naik ke dalam bus. Seperti dugaanku, kaan misteriusku sudah duduk di bangku biasa yang sering kami tempati selama seminggu ini. Aku pun langsung duduk disebelahnya dan langsung menyapanya “Hai..”. Dia hanya tersenyum padaku, ya dia memang tidak banyak bicara tapi dengan senyumnya pun cukup memberikanku penjelasan bahwa kehadiranku di anggapnya ada.
       Sudah sekitar 10 menit kami berbincang-bincang walau lebih banyak aku yang berbicara. Ya, seperti yang kubilang tadi, dia memang tidak banyak bicara. “Oh ya, aku sudah cerita banyak tentang latar belakang keluargaku. Mmm..rasanya aku juga ingin mengetahui tentang latar belakang keluargamu. Bolehkah?”.Ketika aku melontarkan pertanyaan seperti itu, ia langsung beranjak sambil berkata “maaf, aku turun disini saja”. Ok, dia mungkin tidak ingin kehidupan pribadinya aku ketahui.
“Kiri..kiriii…” katanya pada sang sopir tapi  mobil tidak mau berhenti bahkan masih melaju semakin cepat. Berulang kali, semakin keras suara bass-nya  itu, ia berkata “kiri” tapi si sopir tetap tidak menghiraukannya.

Pantun Sumpah Pemuda


^ Mau beli durian
   Tapi yang ada kelapa
   Taukah kalian
   28 Oktober itu hari apa

^ Kutu itu berbeda dengan kuda
   28 Oktober itu adalah Hari Sumpah Pemuda

^ Beli kue putu
   Di tetanggan Malaysia
   Mengaku berbangsa yang satu
   Bangsa Indonesia

^ Pohon itu akan berbuah
   Pisau itu untuk membelah
   Pemuda dahulu bersumpah
   Pemuda sekarang menyumpah

^ Jalan-jalan naik kuda
   Jalannya ke jalan kudungga
   Mari kita rayakan sumpah pemuda
   Dengan penuh rasa bangga

Yang Pertama Untuk Yang Terakhir

       Sepi...para makhluk Tuhan yang senantiasa melakukannya aktifitasnya di ruangan terbuka ini menghilang entah kemana. Mungkin mereka berlindung di balik hunian mereka dengan penuh rasa aman dan tenang karena dapat terlindungi dari derasnya air hujan yang kini sedang menghujam tubuhku. Bukannya aku tak ingin berlindung namun justru kini aku sedang menunggu Pelindungku datang yang selalu senantiasa memberikannku rasa aman dan tenang kepadaku ketika bersamanya. Dia sahabatku, Sania namanya.
       Menunggu 10 atau 20 menit tak apa untukku demi bertemu dengan sahabatku itu. Tapi ini sepertinya sudah hampir 1 jam aku duduk di bangku taman sendirian seperti ini. Ku toleh jam tanganku untuk memastikan bahwa aku telah duduk di sini selama hampir 1 jam. Tapi, hmm... jam tanganku mati, mungkin karena kemasukan air terlalu banyak.
       Ku dongakkan kepalaku dan memandang ke arah jalan. Berharap Pelindungku datang tepat ketika aku menatap badan jalan yang kini sudah di selimuti air hujan. Namun tak seorang pun yang ku dapati, hanyalah kelompok gerombolan air hujan yang sedikit membanjiri jalanan, tak terkecuali tubuhku yang lemah ini.
       "Sinta...!" ku dengar namaku disebut. Oh, ternyata itu Sania. Dia keluar dari mobilnya dan berlari ke arahku sambil memanggil namaku berulang-ulang. Aku tersenyum, meski tak ku dapakan balasan senyum darinya.

Misterius

Namaku Sita 16 tahun, aku duduk dibangku SMA kelas X1. Sekarang, di senin pagi ini aku sedang berada di depan jendela kamar rumahku di lantai dua. Kupandang sebuah rumah tak berpenghuni diseberang sana. Kuamati diam-diam, rumah itu seperti tak asing dengan kehidupanku namun aku tak ingat apapun mengenai rumah itu. Ku toleh didepan gerbangnya, telah terparkir sebuah motor ninja berwarna biru cerah yang ditumpangi seorang lelaki muda berseragam putih abu dan rasanya aku tak asing dengan seragam tersebut. Ya, memang tak asing bagiku, karena seragam itu adalah seragam khusus bagi pengurus OSIS disekolahku. Tapi siapa dia? Aku hampir tak mengenalnya. Wajahnya saja sengaja dia tutupi menggunakan topi warna biru cerah seperti motornya. Wah sepertinya dia juga menyukai warna biru sama sepertiku. Topinya sangat simple, hiasannya hanya berupa satu huruf, yang kufikir itu adalah sebuah inisial, entahlah mungkin itu inisial namanya. Dia hanya berdiam diri didepannya tanpa beranjak dari motornya. Entah apa yang dia tunggu, tapi ini hari senin dan apakah dia tidak takut terlambat ke sekolah? Oh iya, sekarang senin ya, wah jangan sampai akupun terlambat. Mulai kini aku harus membuang sifat ngaretku, akupun segera beranjak dari tempatku untuk siap-siap pergi ke sekolah.
Berhasil, aku tak terlambat hari ini. Lingkungan sekolah masih sangat sepi, angin pagi yang menyambutku pun sangat menusuk ditubuhku yang mungil ini. Kupandangi parkiran sekolah, dan menatap seolah ada yang tak asing dari pandanganku. Ya, motor itu. Motor berwarna biru cerah itu telah terpampang di parkiran seorang diri. Ternyata benar, yang punyanya adalah siswa disekolah ini.
Ku lanjut lagi perjalananku menuju kelas, namun langkahku terhenti di depan aula basket. Kumasuki ruangan itu, kufikir ada yang sedang bermain basket karena ada bola yang terletak begitu saja ditengah lapangan. Ternyata kosong, tak ada seorang pun disini. Kuraih bola itu, kucoba mendrible dan menshotnya kedalam ring. Masuk! Bisa juga ternyata aku bermain basket, sayangnya aku lupa kapan terakhir kali aku bermain bola ini.
Derap langkah seseorang sedang memasuki aula ini, aku berbalik pada sumber suara itu. Seorang laki-laki bertubuh tinggi tegap dan baby face itu berjalan memasuki lapangan dengan sedikit tersenyum kepadaku. Dia mengambil bola, lalu menunjukkan keahlian free style nya. Lalu.. “mau tanding?” ucapnya terhadapku. Akupun menjawab “aku gak bisa main basket J” “siapa bilang?” “kenyataannya memang seperti itu” “kamu tau aku siapa?” akupun menggeleng pelan seraya berkata “mmm seorang pemain basket?” “ya, namaku?” “mmmaaf, aku gak tau J” “suatu saat nanti kamu akan mengingatnya J” “J”. Heran, mengapa sepertinya dia sedang memberiku teka-teki? Apa aku lupa sesuatu tentang dia? Sepertinya tidak, aku kan tak mengenalnya sama sekali, entahlah.

Cerpen Sumpah Pemuda


             Pagi dunia! hari ini adalah hari sumpah pemuda yang ke-83. Hmm bagaimana aku mengawali hari ini ya? sebagai pemuda yang baik, aku tidak boleh terlambat tiba di sekolah. Aku pun bergegas pergi ke kamar mandi lalu menunaikan kewajibanku sebagai muslim yakni shalat shubuh, lalu sarapan dan berangkat ke sekolah, tak lupa sebelumnya aku berpamitan kepada kedua orang tuaku sebagai bentuk bukti bahwa pemuda Indonesia tidak lupa akan orang tua.
            Aku berangkat ke sekolah tidak menggunakan mobil pribadi, motor pribadi, ataupun kendaraan umum. Melainkan dengan menggunakaan sepeda. Kenapa? Karena selain tidak menciptakan polusi udara, dengan bersepeda berarti aku berolahraga di samping itu udara pagi yang menyerbu tubuhku terasa sejuk karena keadaan udara jalanan yang belum sepenuhnya tercampur dengan asap kendaraan. Nikmatnya, andai saja semua orang melakukan hal yang sama, mungkin udara yang kuhirup akan lebih nikmat dari ini.
            Di tengah perjalanan, ku dapati seorang kakek tua yang sedang membawa bendera merah putih beserta tiang yang terbuat dari bambu tua di tengah jalan. Ku bertanya-tanya apa sesungguhnya yang ia lakukan disana. Kemudian ia memberhentikan perjalananku dan berlaga seolah pak polisi yang sedang menyebrangkan anak-anak sekolah menyebrang ke sebrang jalan. Aku pun tersenyum, tanpa pikir panjang aku langsung menepi memarkirkan sepeda dan langsung turun ke jalan berdampingan membantu kakek tua tersebut. Setelah usai, kakek itu pun tersenyum dan menepuk pundakku sambil berkata “Terimakasih nak, kamu pemuda yang baik. Semoga sifat patriotisme kamu ini tidak hanya dalam rangka Sumpah Pemuda saja” aku pun lekas menjawab “iya kek, insyallah”. Aku pun segera berpamitan kepadanya untukk melanjutkan perjalananku ke sekolah.
            Setibanya di sekolah aku berhasil untuk tidak terlambat, aku pun bergegas bersiap untuk upacara Sumpah Pemuda di sekolah karena hari ini aku bertugas sebagai pengibar bendera yang selama ini aku impikan.
            Inilah kisahku di hari Sumpah Pemuda tahun ini. Semoga bisa menjadi motivator kalian wahai pemuda/pemudi Indonesia. ^Salam Sumpah Pemuda^